Oleh: Ady C. Effendy
Di sepanjang sejarah Islam, mungkin satu-satunya peristiwa besar yang sebanding dengan atau lebih besar dari kemegahan peristiwa jatuhnya Konstantinopel (sekarang Istanbul) adalah Perang Salib yang dilancarkan oleh Pasukan Kristen untuk tujuan agama. Begitu megahnya peristiwa penaklukan itu sehingga mampu menyalakan api permusuhan dan sentimen-sentimen keagamaan antara kedua agama, Kristen dan Muslim, setelah berabad-abad kemudian.
Jikalau Yerusalem dipandang sebagai asal dan tempat suci bagi seluruh agama Kristen, maka Konstantinopel benar-benar dianggap sebagai representasi politik Kristen di dunia Timur, sebagaimana kota Roma yang membanggakan diri sebagai representasi politik dari agama Kristen di Barat. Dengan demikian, jatuhnya kota Konstantinopel sebagai simbol agung representasi politik agama Kristen telah menciptakan kebencian yang mendalam serta kecemasan dalam memori para pemimpin Kristen.
Peristiwa ini juga digunakan oleh Gereja untuk merekayasa citra/ imej barbarisme Muslim di hati orang-orang Kristen Eropa di abad-abad mendatang sesudahnya. Mengingat betapa pentingnya peristiwa kejatuhan Konstantinopel tersebut, tidak ada keraguan bahwa peristiwa jatuhnya Konstantinopel sangat menarik untuk dibahas di era kontemporer saat ini. Tulisan ini bertujuan untuk menunjukkan bagaimana berbagai faktor yang berbeda telah membuat penaklukan Konstantinopel, sebuah kota dengan pertahanan alami yang kuat, telah terwujudkan di tangan Sultan Muhammad II atau yang terkenal dengan Sultan Muhammad Al Fatih.
Beberapa faktor tersebut adalah konflik berkepanjangan dalam masyarakat Kristen sendiri, antusiasme keagamaan dan keimanan yang kuat di dalam diri kaum Muslim untuk mengambil alih kota penting yang merupakan lokasi sentral bagi para pemimpin Bizantium dalam merencanakan dan mengirimkan kampanye militer terhadap sesuatu yang dipandang sebagai ancaman baru yang muncul pada saat itu , yakni agama Islam, dan terakhir adalah peran teknologi dan disiplin militer yang secara efektif digunakan oleh Sultan Muhammad Al Fatih untuk mewujudkan cita-cita militernya.
Tulisan ini disusun dalam rangkaian sebagai berikut: sejarah ringkas kota Konstantinopel dan letak geografis yang disediakan untuk menjelaskan posisi geografis dan memahami latar belakang sejarah serta konflik tersebut; narasi tentang wacana keagamaan kaum Muslimin mengenai Konstantinopel dan bagaimana hadits Nabi Muhammad saw. Telah sangat mempengaruhi dan memotivasi semua khalifah Muslim sejak awal pemerintahan Islam untuk mengambil alih kota Konstantinopel, terakhir rangkaian sejarah mengenai saat-saat jatuhnya Konstantinopel dan penjelasan tentang faktor militer dan teknologi yang memberikan kontribusi bagi keberhasilan penaklukan, dan kesimpulan penutup.
A. Kota Konstantinopel: Sebuah Tinjauan Sejarah dan Geografis
Didirikan sekitar 650 SM oleh koloni Yunani dari sebuah kota dekat Athena yang dipimpin oleh Byzas dan untuk menghormati dia, kota ini akhirnya disebut sebagai Byzantion (nama lampau dari Konstantinopel), sebuah kota di semenanjung berbukit itu dianggap sebagai tempat yang sangat menguntungkan untuk menetap. Pada tanggal 11 Mei 330 SM, kota Byzantion jatuh di bawah pemerintahan Kristen, Kaisar Konstantinus Yang Agung telah memilih kota ini sebagai ibukota Kekaisaran Romawi Timur dan
menamakannya kemudian sebagai kota Konstantinopel. Konstantinopel selama berabad-abad dianggap sebagai tempat yang paling tepat dan strategis di Bumi dan benar-benar menjadi penghubung banyak rute darat dan laut. Kota ini terletak di tanjung berbukit dengan pelabuhan alamiah di Tanduk Emas yang melindungi kapal dari angin kencang dan arus berbahaya dari Selat Bosporus, sebuah teluk sempit yang memisahkan Eropa dari Asia dan menghubungkan Laut Marmara selatan semenanjung dengan Laut Hitam ke utara. Laut Hitam itu sendiri adalah pusat transportasi utama untuk masuk ke Eropa dan Asia.
Bersambung....
0 Response to "Di Balik Jatuhnya Konstantinopel (1)"
Post a Comment